Nasib Janda Miskin di Langsa, Anak Meninggal dan Sering Berpuasa Karena Tak Ada Makanan
LANGSA - Sakdiah, janda dua orang anak ini harus tinggal di rumah tak layak huni. Pasalnya Sakdiah tinggal di rumah dengan luas 3 meter X 1,5 meter yang berada di Desa Lhokbanie, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa
Semenjak suaminya meninggal beberapa tahun lalu, Sakdiah terpaksa tinggal di rumah kecilnya bersama dua anak perempuannya yaitu Dara yang berusia 9 tahun dan Zaitun yang berusia 10 bulan.
Awalnya, Sakdiah tinggal di rumah berlantai tanah dengan ukuran 5 M X 3 Meter dan selalu terdampak air pasang laut, tak aneh jika keadaan tiang dan dinding rumah terlihat lapuk dan terkikis air laut, namun ketika suaminya meninggal ia memutuskan untuk membangun rumah panggung seorang diri dari kayu bekas dan bambu seadanya untuk menopang rumah dengan tinggi lantai sekitar 2 meter dari tanah.
Agar bisa memasuki rumahnya, Sakdiah dan anaknya harus menaiki tangga yang terbuat dari bamboo, perasaan takut jatuh akan sangat terasa bagi orang yang pertama kali menaiki tangga tersebut. Ya wajar saja karena tangganya terbuat dari bamboo dan beberapa kayu bekas.
Di dalam rumah, jangan berharap akan menemukan sebuah lemari apalagi kasur. Semua pakaian dilipat dan diletakkan dipojok tepat di sebelah bantal tempat mereka tidur. Untuk tidur saja hanya beralas tikar, sedangkan bantal hanya ada dua.
“Disinilah tempat kami shalat, tidur, makan dan meletakkan baju yang baru dicuci,” kata Sakdiah lirih kepada Furqan, Relawan Aksi Cepat Tanggap Langsa.
Jika kita tidur, tepat diujung kaki disitu adalah tempat Sakdiah memasak. Hanya ada satu wajan penggorengan dan satu panci untuk memasak nasi, itupun kondisinya sudah sangat tidak layak.
Ukuran dapur tal lebih dari 70cm x 150cm. Ironisnya tidak semuanya bagian dari dapur memiliki atap, jika hujan turun sudah pasti Sakdiah tidak bisa memasak. Tetapi katanya itu sengaja tidak diberikan atap agak bisa dipakai untuk kamar mandi.
“Di dapur itu bukan hanya untuk memasak, kami juga pakai untuk mandi, jadi memang sengaja atapnya kami bolongin,” ujarnya.
Pendapatan Tak Menentu
Beberapa karung kulit kerang berjejer rapi di bawah rumah Sakdiah, ini hanya sebagiannya saja yang belum sempat ia buang di lobang yang sudah disiapkan agar tidak mengotori lingkungan.
Menurutnya mencari kerang makin hari makin susah saja, ia harus menghabiskan waktu lebih lama dibanding belasan tahun yang lalu ketika ia masih remaja. Ya bisa dibayangkan jika ketersediaan kerang menipis, maka pendapatannya juga sangat sedikit.
“Sehari itu jika saya mencari kerang, palingan dapat Rp 20 ribu, jika ditanya cukup, ya tidak cukup pastinya, tetapi mau gimana lagi bang, saya tidak tahu harus gimana lagi,” ujar Bu Sakdiah.
Sakdiah tidak setiap hari bekerja mencari kerang, jika ada yang memintanya menyetrika baju, ia dengan senang hati akan mengerjakannya. Upah yang diterima juga tidak banyak, maklum saja itu dikerjakan dengan upah harian yang berkisar Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu saja, tergantung dari banyaknya yang harus ia setrika.
Sayangnya tidak setiap hari ia bisa bekerja, jika dihitung-hitung rata-rata ia bekerja 15-20 hari saja dalam sebulan. Lalu bagaimana ia memenuhi kebutuhan keluarganya?
Sakdiah mencoba berbagai macam cara agar ia bertahan hidup, tak jarang harus berhutang dan bahan, kemarin ia menggadaikan emasnya yang tak lebih dari Rp 300 ribu. Sedangkan untuk makan, ia bercerita kerapkali berpuasa karena tidak ada yang bisa dimasak.
“Kalau gak ada yang bisa dimasak, saya dan anak tidak makan. Mau mengeluh atau meminta kepada tetangga juga saya sudah malu, karena sering tidak memiliki makanan, jadi daripada merepotkan orang lain saya lebih memilih diam dan berusaha sebisanya,” ungkapnya.
Menu makanan yang disajikan untuk keluarga kecilnya juga sangat sederhana, nasi putih dengan ikan asin adalah menu utama yang kerap ia nikmati. Wajar saja jika didapurnya kita hanya mendapati deretan ikan asin yang dijemur di atas kayu. Ikan yang dijemur itupun tidak banyak, jika dilihat sebenarnya hanya kebutuhan 1 hari, tetapi Sakdiah menyiasatinya agar bisa dinikmati selama satu minggu.
Terang
Gelap

Beranda
Hukum
Ekonomi
Politik
Pilkada
Umum
Infografis
Dunia
AJNN TV
Opini
Liputan Khusus
Destinasi
Olahraga
Coretan
Surat Pembaca
Profil
Kaula Muda
Kota Banda Aceh
Pendidikan
Editorial
Berita Foto
UtamaTrendingPilihanIndeks
UmumNasib Janda Miskin di Langsa, Anak Meninggal dan Sering Berpuasa Karena Tak Ada Makanan

Nasib Janda Miskin di Langsa, Anak Meninggal dan Sering Berpuasa Karena Tak Ada Makanan

Redaksi
11:42 WIB, 19 November 2021

Sakdiah bersama anaknya. Foto: Act.
LANGSA - Sakdiah, janda dua orang anak ini harus tinggal di rumah tak layak huni. Pasalnya Sakdiah tinggal di rumah dengan luas 3 meter X 1,5 meter yang berada di Desa Lhokbanie, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa
Semenjak suaminya meninggal beberapa tahun lalu, Sakdiah terpaksa tinggal di rumah kecilnya bersama dua anak perempuannya yaitu Dara yang berusia 9 tahun dan Zaitun yang berusia 10 bulan.
Awalnya, Sakdiah tinggal di rumah berlantai tanah dengan ukuran 5 M X 3 Meter dan selalu terdampak air pasang laut, tak aneh jika keadaan tiang dan dinding rumah terlihat lapuk dan terkikis air laut, namun ketika suaminya meninggal ia memutuskan untuk membangun rumah panggung seorang diri dari kayu bekas dan bambu seadanya untuk menopang rumah dengan tinggi lantai sekitar 2 meter dari tanah.
Baca Juga
Kapolres Langsa: AKBP Adnan Meninggal karena Serangan Jantung
Agar bisa memasuki rumahnya, Sakdiah dan anaknya harus menaiki tangga yang terbuat dari bamboo, perasaan takut jatuh akan sangat terasa bagi orang yang pertama kali menaiki tangga tersebut. Ya wajar saja karena tangganya terbuat dari bamboo dan beberapa kayu bekas.
Baca Juga
- TIDAK SEMUA BOLEH DI NIKAHI 1) || ANNANAH || annanah adalah wanita yg suka mengeluh dan mengadu | menikahi wanita tipe ini membuat suami sulit mencapai sakinah dalam keluarga | sebab mengeluh tidak mendatangkan solusi apapun | ia justru menguras emosi suami | sedangkan mengadu | sering merusak hubunggan baik sesama || baik kerabat maupun sahabat | apalagi jika yg suka diadukan istri adalah orang tua suami |
- Rumah mu 2025 nanti Semoga Terwujut Aminn..🤲🤲
- Anak Sering ter Jadi Korban Kalau Ibu Tertekan Dan Banyak Pikiran
Baca Juga
Selama 2020, Sudah 27 Orang di Langsa Meninggal karena Kecelakaan
Di dalam rumah, jangan berharap akan menemukan sebuah lemari apalagi kasur. Semua pakaian dilipat dan diletakkan dipojok tepat di sebelah bantal tempat mereka tidur. Untuk tidur saja hanya beralas tikar, sedangkan bantal hanya ada dua.
“Disinilah tempat kami shalat, tidur, makan dan meletakkan baju yang baru dicuci,” kata Sakdiah lirih kepada Furqan, Relawan Aksi Cepat Tanggap Langsa.
Jika kita tidur, tepat diujung kaki disitu adalah tempat Sakdiah memasak. Hanya ada satu wajan penggorengan dan satu panci untuk memasak nasi, itupun kondisinya sudah sangat tidak layak.
Ukuran dapur tal lebih dari 70cm x 150cm. Ironisnya tidak semuanya bagian dari dapur memiliki atap, jika hujan turun sudah pasti Sakdiah tidak bisa memasak. Tetapi katanya itu sengaja tidak diberikan atap agak bisa dipakai untuk kamar mandi.
“Di dapur itu bukan hanya untuk memasak, kami juga pakai untuk mandi, jadi memang sengaja atapnya kami bolongin,” ujarnya.
Pendapatan Tak Menentu
Beberapa karung kulit kerang berjejer rapi di bawah rumah Sakdiah, ini hanya sebagiannya saja yang belum sempat ia buang di lobang yang sudah disiapkan agar tidak mengotori lingkungan.
Menurutnya mencari kerang makin hari makin susah saja, ia harus menghabiskan waktu lebih lama dibanding belasan tahun yang lalu ketika ia masih remaja. Ya bisa dibayangkan jika ketersediaan kerang menipis, maka pendapatannya juga sangat sedikit.
“Sehari itu jika saya mencari kerang, palingan dapat Rp 20 ribu, jika ditanya cukup, ya tidak cukup pastinya, tetapi mau gimana lagi bang, saya tidak tahu harus gimana lagi,” ujar Bu Sakdiah.
Sakdiah tidak setiap hari bekerja mencari kerang, jika ada yang memintanya menyetrika baju, ia dengan senang hati akan mengerjakannya. Upah yang diterima juga tidak banyak, maklum saja itu dikerjakan dengan upah harian yang berkisar Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu saja, tergantung dari banyaknya yang harus ia setrika.
Sayangnya tidak setiap hari ia bisa bekerja, jika dihitung-hitung rata-rata ia bekerja 15-20 hari saja dalam sebulan. Lalu bagaimana ia memenuhi kebutuhan keluarganya?
Sakdiah mencoba berbagai macam cara agar ia bertahan hidup, tak jarang harus berhutang dan bahan, kemarin ia menggadaikan emasnya yang tak lebih dari
Rp 300 ribu. Sedangkan untuk makan, ia bercerita kerapkali berpuasa karena tidak ada yang bisa dimasak.
“Kalau gak ada yang bisa dimasak, saya dan anak tidak makan. Mau mengeluh atau meminta kepada tetangga juga saya sudah malu, karena sering tidak memiliki makanan, jadi daripada merepotkan orang lain saya lebih memilih diam dan berusaha sebisanya,” ungkapnya.
Menu makanan yang disajikan untuk keluarga kecilnya juga sangat sederhana, nasi putih dengan ikan asin adalah menu utama yang kerap ia nikmati. Wajar saja jika didapurnya kita hanya mendapati deretan ikan asin yang dijemur di atas kayu. Ikan yang dijemur itupun tidak banyak, jika dilihat sebenarnya hanya kebutuhan 1 hari, tetapi Sakdiah menyiasatinya agar bisa dinikmati selama satu minggu.
Nasib Dara yang putus sekolah
Dara adalah anak perempuan sulungny, terpaksa tidak melanjutkan pendidikan karena tidak memiliki kemampuan membiayai kebutuhan sekolah, seperti membeli seragam, perlengkapan tulis dan sebagainya.
“Dara sempat sekolah sampai kelas 3 SD, cuma karena kemarin saya tidak memiliki uang lagi, ya terpaksa berhenti sekolah,” kata Sakdiah.
Ia sadar bahwa pendidikan sangatlah penting bagi anaknya, oleh karena itu ia sekarang sedang berjuang mencari pekerjaan yang memiliki pendapatan yang lumayan sehingga anaknya dapat melanjutkan pendidikan lagi.
“Ya orangtua mana mau membiarkan anaknya tidak sekolah, saya juga kepingin anak saya sukses, bisa hidup dengan lebih layak, tidak seperti saya yang sekarang. Saat ini saya aterus mencari pekerjaan yang gajinya cukup untuk memebiayai pendidikan anak saya, walaupun memang sulit menemukan perkerjaan yang tepat karena anak saya yang kedua masih berumur 10 bulan”.
Anaknya Meninggal
Himpitan ekonomi juga membuat ia tak berdaya ketika putra semata wayangnya harus terbaring sakit di rumah dengan perawatan seadanya. Ketika itu ia sedang bekerja untuk memenuhi kebutuhan makan kedua anaknya, dan tidak menyadari bahwa putranya sudah sakit parah. Mungkin karena mereka sudah terbiasa terdidik untuk tidak mengeluh.
Setelahnya ia membawa putranya ke rumah sakit untuk dirawat. Hanya berselang beberapa hari, putranya menghembuskan nafas terahir di pangkuan Sakdiah.
“Seadainya saya memiliki sedikit uang, mungkin saya bisa libur bekerja dan segera membawanya berobat, tetapi mungkin ini sudah takdir yang harus saya terima, semoga anak saya mendapat tempat yang terbaikk di sisi-Nya,” ujarnya.
Kehidupan Sakdiah adalah salah satu potret yang sangat menyedihkan dan luput dari pandangan kita selama ini. Ia telah menghabiskan waktu bertahun-tahun hidup dalam serba kekurangan. Sangat tidak baik jika membiarkan kehidupannya yang seperti itu berlanjut.
Oleh karena itu, Aksi Cepat Tanggap Langsa berupaya mengajak semua Sahabat Dermawan yang ada di mana saja untuk ikut membantu memenuhi biaya kehidupannya sehari-hari, sehingga ia mampu merawat keluarga kecilnya dan menjadi anak-anak yang sholehah.
Silahkan berikan sedekah terbaik anda melalui rekening Aksi Cepat Tanggap Langsa (BSI #7164169067) dan konfirmasi ke 0822 9720 7127 atau DM Instagram @act_langsa. Bisa juga diantar langsung ke kantor ACT Langsa yang berlamat di Jl. Lilawangsa, No.17, Paya Bujok Tunong. Langsa Baro, Kota Langsa.
Posting Komentar untuk " Nasib Janda Miskin di Langsa, Anak Meninggal dan Sering Berpuasa Karena Tak Ada Makanan "