Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Nasib Janda Miskin di Langsa, Anak Meninggal dan Sering Berpuasa Karena Tak Ada Makanan

Produk Terlaris di Shopee
Gambar Produk
Anting Titanium Anak | Anti Karat Karat
Rp47.111
BELI SEKARANG
Gambar Produk
VANILLA HOUSE AGHNIA BAG TAS RANSEL
Rp149.000
BELI SEKARANG
Gambar Produk
LEN KULOT CRINKLE AIRFLOW TERLARIS
Rp38.500
BELI SEKARANG
Gambar Produk
Masker KF94 KOREA WARNA ISI 10
Rp2.449
BELI SEKARANG
Gambar Produk
PinkMe - Zirconia Crystal Initial Bracelet | Gelang inisia/span>
150.000
BELI SEKARANG
Gambar Produk
❤ BELIA ❤ SYB NATUR90 Peel Off Mask Goat milk
Rp2.000
BELI SEKARANG
Gambar Produk
Lip Stain | dual function bibir blush on lip
Rp16.300
BELI SEKARANG

LANGSA - Sakdiah, janda dua orang anak ini harus tinggal di rumah tak layak huni. Pasalnya Sakdiah tinggal di rumah dengan luas 3 meter X  1,5 meter yang berada di Desa Lhokbanie, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa

Semenjak suaminya meninggal beberapa tahun lalu, Sakdiah terpaksa tinggal di rumah kecilnya bersama dua anak perempuannya yaitu Dara yang berusia 9 tahun dan Zaitun yang berusia 10 bulan. 

Awalnya, Sakdiah tinggal di rumah berlantai tanah dengan ukuran 5 M X 3 Meter dan selalu terdampak air pasang laut, tak aneh jika keadaan tiang dan dinding rumah terlihat lapuk dan terkikis air laut, namun ketika suaminya meninggal ia memutuskan untuk membangun rumah panggung seorang diri dari kayu bekas dan bambu seadanya untuk menopang rumah dengan tinggi lantai sekitar 2 meter dari tanah.


Agar bisa memasuki rumahnya, Sakdiah dan anaknya harus menaiki tangga yang terbuat dari bamboo, perasaan takut jatuh akan sangat terasa bagi orang yang pertama kali menaiki tangga tersebut. Ya wajar saja karena tangganya terbuat dari bamboo dan beberapa kayu bekas.


Di dalam rumah, jangan berharap akan menemukan sebuah lemari apalagi kasur. Semua pakaian dilipat dan diletakkan dipojok tepat di sebelah bantal tempat mereka tidur. Untuk tidur saja hanya beralas tikar, sedangkan bantal hanya ada dua.

“Disinilah tempat kami shalat, tidur, makan dan meletakkan baju yang baru dicuci,” kata Sakdiah lirih kepada Furqan, Relawan Aksi Cepat Tanggap Langsa.

Jika kita tidur, tepat diujung kaki disitu adalah tempat Sakdiah memasak. Hanya ada satu wajan penggorengan dan satu panci untuk memasak nasi, itupun kondisinya sudah sangat tidak layak. 

Ukuran dapur tal lebih dari 70cm x 150cm. Ironisnya tidak semuanya bagian dari dapur memiliki atap, jika hujan turun sudah pasti Sakdiah tidak bisa memasak. Tetapi katanya itu sengaja tidak diberikan atap agak bisa dipakai untuk kamar mandi.

“Di dapur itu bukan hanya untuk memasak, kami juga pakai untuk mandi, jadi memang sengaja atapnya kami bolongin,” ujarnya.

Pendapatan Tak Menentu

Beberapa karung kulit kerang berjejer rapi di bawah rumah Sakdiah, ini hanya sebagiannya saja yang belum sempat ia buang di lobang yang sudah disiapkan agar tidak mengotori lingkungan. 

Menurutnya mencari kerang makin hari makin susah saja, ia harus menghabiskan waktu lebih lama dibanding belasan tahun yang lalu ketika ia masih remaja. Ya bisa dibayangkan jika ketersediaan kerang menipis, maka pendapatannya juga sangat sedikit.

“Sehari itu jika saya mencari kerang, palingan dapat Rp 20 ribu, jika ditanya cukup, ya tidak cukup pastinya, tetapi mau gimana lagi bang, saya tidak tahu harus gimana lagi,” ujar Bu Sakdiah.

Sakdiah tidak setiap hari bekerja mencari kerang, jika ada yang memintanya menyetrika baju, ia dengan senang hati akan mengerjakannya. Upah yang diterima juga tidak banyak, maklum saja itu dikerjakan dengan upah harian yang berkisar Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu saja, tergantung dari banyaknya yang harus ia setrika.

Sayangnya tidak setiap hari ia bisa bekerja, jika dihitung-hitung rata-rata ia bekerja 15-20 hari saja dalam sebulan. Lalu bagaimana ia memenuhi kebutuhan keluarganya?

Sakdiah mencoba berbagai macam cara agar ia bertahan hidup, tak jarang harus berhutang dan bahan, kemarin ia menggadaikan emasnya yang tak lebih dari Rp 300 ribu. Sedangkan untuk makan, ia bercerita kerapkali berpuasa karena tidak ada yang bisa dimasak.

“Kalau gak ada yang bisa dimasak, saya dan anak tidak makan. Mau mengeluh atau meminta kepada tetangga juga saya sudah malu, karena sering tidak memiliki makanan, jadi daripada merepotkan orang lain saya lebih memilih diam dan berusaha sebisanya,” ungkapnya.
 
Menu makanan yang disajikan untuk keluarga kecilnya juga sangat sederhana, nasi putih dengan ikan asin adalah menu utama yang kerap ia nikmati. Wajar saja jika didapurnya kita hanya mendapati deretan ikan asin yang dijemur di atas kayu. Ikan yang dijemur itupun tidak banyak, jika dilihat sebenarnya hanya kebutuhan 1 hari, tetapi Sakdiah menyiasatinya agar bisa dinikmati selama satu minggu.


Terang

Gelap

Beranda
Hukum
Ekonomi
Politik
Pilkada
Umum
Infografis
Dunia
AJNN TV
Opini
Liputan Khusus
Destinasi
Olahraga
Coretan
Surat Pembaca
Profil
Kaula Muda
Kota Banda Aceh
Pendidikan
Editorial
Berita Foto
UtamaTrendingPilihanIndeks
UmumNasib Janda Miskin di Langsa, Anak Meninggal dan Sering Berpuasa Karena Tak Ada Makanan
 
Nasib Janda Miskin di Langsa, Anak Meninggal dan Sering Berpuasa Karena Tak Ada Makanan
Redaksi
11:42 WIB, 19 November 2021
 
 
Sakdiah bersama anaknya. Foto: Act.
LANGSA - Sakdiah, janda dua orang anak ini harus tinggal di rumah tak layak huni. Pasalnya Sakdiah tinggal di rumah dengan luas 3 meter X  1,5 meter yang berada di Desa Lhokbanie, Kecamatan Langsa Barat, Kota Langsa

Semenjak suaminya meninggal beberapa tahun lalu, Sakdiah terpaksa tinggal di rumah kecilnya bersama dua anak perempuannya yaitu Dara yang berusia 9 tahun dan Zaitun yang berusia 10 bulan. 

Awalnya, Sakdiah tinggal di rumah berlantai tanah dengan ukuran 5 M X 3 Meter dan selalu terdampak air pasang laut, tak aneh jika keadaan tiang dan dinding rumah terlihat lapuk dan terkikis air laut, namun ketika suaminya meninggal ia memutuskan untuk membangun rumah panggung seorang diri dari kayu bekas dan bambu seadanya untuk menopang rumah dengan tinggi lantai sekitar 2 meter dari tanah.

Baca Juga 
Kapolres Langsa: AKBP Adnan Meninggal karena Serangan Jantung
Agar bisa memasuki rumahnya, Sakdiah dan anaknya harus menaiki tangga yang terbuat dari bamboo, perasaan takut jatuh akan sangat terasa bagi orang yang pertama kali menaiki tangga tersebut. Ya wajar saja karena tangganya terbuat dari bamboo dan beberapa kayu bekas.
Baca Juga 
Selama 2020, Sudah 27 Orang di Langsa Meninggal karena Kecelakaan
Di dalam rumah, jangan berharap akan menemukan sebuah lemari apalagi kasur. Semua pakaian dilipat dan diletakkan dipojok tepat di sebelah bantal tempat mereka tidur. Untuk tidur saja hanya beralas tikar, sedangkan bantal hanya ada dua.

“Disinilah tempat kami shalat, tidur, makan dan meletakkan baju yang baru dicuci,” kata Sakdiah lirih kepada Furqan, Relawan Aksi Cepat Tanggap Langsa.

Jika kita tidur, tepat diujung kaki disitu adalah tempat Sakdiah memasak. Hanya ada satu wajan penggorengan dan satu panci untuk memasak nasi, itupun kondisinya sudah sangat tidak layak. 

Ukuran dapur tal lebih dari 70cm x 150cm. Ironisnya tidak semuanya bagian dari dapur memiliki atap, jika hujan turun sudah pasti Sakdiah tidak bisa memasak. Tetapi katanya itu sengaja tidak diberikan atap agak bisa dipakai untuk kamar mandi.

“Di dapur itu bukan hanya untuk memasak, kami juga pakai untuk mandi, jadi memang sengaja atapnya kami bolongin,” ujarnya.

Pendapatan Tak Menentu

Beberapa karung kulit kerang berjejer rapi di bawah rumah Sakdiah, ini hanya sebagiannya saja yang belum sempat ia buang di lobang yang sudah disiapkan agar tidak mengotori lingkungan. 

Menurutnya mencari kerang makin hari makin susah saja, ia harus menghabiskan waktu lebih lama dibanding belasan tahun yang lalu ketika ia masih remaja. Ya bisa dibayangkan jika ketersediaan kerang menipis, maka pendapatannya juga sangat sedikit.

“Sehari itu jika saya mencari kerang, palingan dapat Rp 20 ribu, jika ditanya cukup, ya tidak cukup pastinya, tetapi mau gimana lagi bang, saya tidak tahu harus gimana lagi,” ujar Bu Sakdiah.

Sakdiah tidak setiap hari bekerja mencari kerang, jika ada yang memintanya menyetrika baju, ia dengan senang hati akan mengerjakannya. Upah yang diterima juga tidak banyak, maklum saja itu dikerjakan dengan upah harian yang berkisar Rp 20 ribu hingga Rp 30 ribu saja, tergantung dari banyaknya yang harus ia setrika.

Sayangnya tidak setiap hari ia bisa bekerja, jika dihitung-hitung rata-rata ia bekerja 15-20 hari saja dalam sebulan. Lalu bagaimana ia memenuhi kebutuhan keluarganya?

Produk Terlaris di Shopee
Gambar Produk
Paris Premium // Segi Empat Paris Polos
Rp18.900
BELI SEKARANG
Gambar Produk
[ COD ] Bella Square 50 Warna Hijab Segiempat
Rp8.400
BELI SEKARANG
Gambar Produk
30+ WARNA (CAMILA) Pashtan Anak Camila
Rp12.999
BELI SEKARANG
Gambar Produk
PASMINA INNER CERUTY BABY DOLL/HIJAB
Rp19.000
BELI SEKARANG
Gambar Produk
Sarung WADIMOR Hitam Putih Polos Tumpal Garis/span>
11.900
BELI SEKARANG
Gambar Produk
OUTER SCARF WANITA PREMIUM MOTIF MOTIF
Rp35.000
BELI SEKARANG
Gambar Produk
MUKENA ADARA KATUN POLOS RENDA BALI JUMBO
Rp99.999
BELI SEKARANG
Sakdiah mencoba berbagai macam cara agar ia bertahan hidup, tak jarang harus berhutang dan bahan, kemarin ia menggadaikan emasnya yang tak lebih dari
Rp 300 ribu. Sedangkan untuk makan, ia bercerita kerapkali berpuasa karena tidak ada yang bisa dimasak.

“Kalau gak ada yang bisa dimasak, saya dan anak tidak makan. Mau mengeluh atau meminta kepada tetangga juga saya sudah malu, karena sering tidak memiliki makanan, jadi daripada merepotkan orang lain saya lebih memilih diam dan berusaha sebisanya,” ungkapnya.
 
Menu makanan yang disajikan untuk keluarga kecilnya juga sangat sederhana, nasi putih dengan ikan asin adalah menu utama yang kerap ia nikmati. Wajar saja jika didapurnya kita hanya mendapati deretan ikan asin yang dijemur di atas kayu. Ikan yang dijemur itupun tidak banyak, jika dilihat sebenarnya hanya kebutuhan 1 hari, tetapi Sakdiah menyiasatinya agar bisa dinikmati selama satu minggu.

Nasib Dara yang putus sekolah

Dara adalah anak perempuan sulungny, terpaksa tidak melanjutkan pendidikan karena tidak memiliki kemampuan membiayai kebutuhan sekolah, seperti membeli seragam, perlengkapan tulis dan  sebagainya.

“Dara sempat sekolah sampai kelas 3 SD, cuma karena kemarin saya tidak memiliki uang lagi, ya terpaksa berhenti sekolah,” kata Sakdiah.

Ia sadar bahwa pendidikan sangatlah penting bagi anaknya, oleh karena itu ia sekarang sedang berjuang mencari pekerjaan yang memiliki pendapatan yang lumayan sehingga anaknya dapat melanjutkan pendidikan lagi.

“Ya orangtua mana mau membiarkan anaknya tidak sekolah, saya juga kepingin anak saya sukses, bisa hidup dengan lebih layak, tidak seperti saya yang sekarang. Saat ini saya aterus mencari pekerjaan yang gajinya cukup untuk memebiayai pendidikan anak saya, walaupun memang sulit menemukan perkerjaan yang tepat karena anak saya yang kedua masih berumur 10 bulan”.

Anaknya Meninggal

Himpitan ekonomi juga membuat ia tak berdaya ketika putra semata wayangnya harus terbaring sakit di rumah dengan perawatan seadanya. Ketika itu ia sedang bekerja untuk memenuhi kebutuhan makan kedua anaknya, dan tidak menyadari bahwa putranya sudah sakit parah. Mungkin karena mereka sudah terbiasa terdidik untuk tidak mengeluh.

Setelahnya ia membawa putranya ke rumah sakit untuk dirawat. Hanya berselang beberapa hari, putranya menghembuskan nafas terahir di pangkuan Sakdiah.

“Seadainya saya memiliki sedikit uang, mungkin saya bisa libur bekerja dan segera membawanya berobat, tetapi mungkin ini sudah takdir yang harus saya terima, semoga anak saya mendapat tempat yang terbaikk di sisi-Nya,” ujarnya.

Kehidupan Sakdiah adalah salah satu potret yang sangat menyedihkan dan luput dari pandangan kita selama ini. Ia telah menghabiskan waktu bertahun-tahun hidup dalam serba kekurangan. Sangat tidak baik jika membiarkan kehidupannya yang seperti itu berlanjut. 

Oleh karena itu, Aksi Cepat Tanggap Langsa berupaya mengajak semua Sahabat Dermawan yang ada di mana saja untuk ikut membantu memenuhi biaya kehidupannya sehari-hari, sehingga ia mampu merawat keluarga kecilnya dan menjadi anak-anak yang sholehah. 

Silahkan berikan sedekah terbaik anda melalui rekening Aksi Cepat Tanggap Langsa (BSI #7164169067) dan konfirmasi ke 0822 9720 7127 atau DM Instagram @act_langsa. Bisa juga diantar langsung ke kantor ACT Langsa yang berlamat di Jl. Lilawangsa, No.17, Paya Bujok Tunong. Langsa Baro, Kota Langsa.

Posting Komentar untuk " Nasib Janda Miskin di Langsa, Anak Meninggal dan Sering Berpuasa Karena Tak Ada Makanan "